Ujung mata
Kala itu mentari baru saja kembali, setengah enam tepatnya. Tubuh yang seharusnya baru terbangun dari tidurnya justru malah berusaha untuk memejamkan matanya. Kala itu kita masih sembab, terlintas tidur saja tidak. Hal yang menenangkan akhirnya datang dengan bentuk kata spontan yang menggetarkan, namun datangnya juga membawa cerita lalu yang sudah lama ditakutkan.
Sungguh aku harus bersyukur, berada disampingnya adalah bentuk kuasa tuhan untuk menjadi penjawab atas segala pertanyaannya. Bukan sebagai pengganti apalagi sebagai pemberi, aku rasa kita berdua memang saling mengasihi tanpa memandang sesuatu yang telah terjadi.
Kali ini, aku tak leluasa menulis. Bayangku saja masih teringat kejadian dini hari, hal kecil yang bisa membungkam mulut sekaligus menebas mata. Tulisan ini kupaksakan meski tidak seperti biasanya,setidaknya aku harus bercerita.
Komentar
Posting Komentar